A. Sejarah
Terapi Lintah
Sejak
4000 tahun yang lalu terapi lintah
sudah akrab dengan dunia pengobatan. Manfaatnya sudah diakui oleh kedokteran
Yunani dan Romawi. Pada abad ke-19 lintah menikmati zaman keemasan. Jutaan
lintah dibudidayakan untuk penggunaan medis dalam terapi sedot lintah.
Pertengahan 1800-an lintah digunakan untuk
menyedot darah pada titik lokal. Pengobatan dengan lintah diberikan kepada
pasien yang menginginkan perubahan warna pada wajah.
Dokter menggunakan lintah untuk membantu
mengembalikan sirkulasi darah ke jaringan yang akan dicangkokkan dan
disambungkan seperti jari tangan dan kaki.
Sebagai contoh: microsurgeons di sebuah rumah
sakit Boston lintah digunakan untuk
menyimpan telinga anak yang umur 5 tahun yang telah mati digigit anjing. Lintah
tersebut dapat mengencerkan semua darah padat untuk memungkinkan sirkulasi
normal untuk kembali ke jaringan.
Pada akhir abad ke-19 zaman keemasan lintah itu
telah berlalu. Lintah telah menemukan ketenaran baru, di mana dokter memerlukan
lintah untuk mengalirkan darah yang tersumbat dari tempat yang terluka. Ahli
bedah plastik sangat berterima kasih atas kontribusi yang telah dilakukan oleh
lintah. Pada masa sekarang ini lintah dibesarkan di penangkaran atau
peternakan. Dan ratusan ribu lintah dijual di Amerika Serikat untuk rumah
sakit, klinik dan pasar Eropa jutaan lintah dijual setiap tahun.
Selain itu Inggris dan Skotlandia negara
pengimpor lintah terbanyak dari Prancis, Hungaria, Ukraina, Turki, Rumania,
Rusia, Mesir dan Aljazair.
Rumah sakit di London
dan Paris memerlukan 13.000.000
lintah setiap tahunnya. Bahkan di Amerika lintah mereka produksi sendiri dan
satu peternakan menjual lebih dari seribu per hari.
B. Fakta
Seputar Lintah dan Manfaat Terapi Lintah
Lintah adalah hewan dari
kelompok filum Annelida subkelas Hirudinea. Terdapat jenis lintah yang dapat
hidup di daratan, air tawar, dan laut. Seperti halnya kerabatnya, Oligochaeta,
mereka memiliki klitelum. Seperti cacing tanah, lintah juga merupakan
hermaprodit. Lintah jenis Hirudo medicinalis yang berasal dari Eropa telah
sejak lama dimanfaatkan untuk pengeluaran darah (plebotomi) secara medis.
Semua spesies lintah adalah karnivora. Beberapa
diantaranya merupakan predator, mendapat makanan dari berbagai jenis
invertebrata seperti cacing, siput, larva serangga, dll.
Kini pengobatan modern mulai melirik terapi
pengobatan dengan mempergunakan lintah. Meski binatang penghisap darah ini
sering dibenci orang, akan tetapi air liurnya sangat bermanfaat. Karena banyak
terkandung antikoagulan (anti pembekuan darah). Juga zat-zat lain seperti :
penisilin, anti radang dan anestesi/bius.
Terapi alternatif dengan Lintah (Hirudo
Medicinalis) telah digunakan sejak abad ke 18, namun sejak berkembangnya dunia
medis kedokteran di abad 19, perlahan-lahan terapi lintah mulai dilupakan
orang.
Terapi ini kembali digunakan pada awal 1990
dimana dalam sebuah riset medis dengan terapi lintah berhasil membuktikan bahwa
terapi ini dapat menyembuhkan tumor tanpa kemoterapi dan pembedahan.
Riset yang dilakukan di Eropa juga membuktikan
bahwa terapi lintah yang dilakukan dengan pengobatan medis (obat-obatan) atau
Herbal dapat meningkatkan efektifitas obat. Hingga saat ini tidak ditemukan
adanya efek samping sebagai akibat terapi hirudo medicinalis.
Terapi lintah dapat menstabilkan kadar hormon
serotonin untuk melancarkan peredaran darah dan oksigen pada jaringan saraf
halus di kepala. Termasuk menormalkan penyempitan atau pelebaran pembuluh darah
di otak. Terbukti sudah banyak orang sembuh setelah memanfaatkan sedot lintah
(Hirudo medicinalis). Sehingga terapi ini menjadi ‘trend’ serta naik daun.
Di berbagai rumah sakit dan tempat praktik dokter
di Jerman banyak ditemukan terapi lintah untuk penyembuhan. Bahkan setiap tahun
di sana sekitar 250.000 ekor lintah
digunakan untuk mengatasi pendarahan. Selain itu lintah juga dimanfaatkan dalam
operasi plastik.
Metode penyembuhan dengan lintah merupakan cara
yang tersisa dari abad pertengahan yang lampau. Pada masa itu pasien yang
mengalami masalah pada sendi lutut akan merasa lebih baik setelah menempelkan
lintah pada lukanya selama beberapa minggu.
Hasil studi yang dilakukan para peneliti di
Jerman menunjukkan bahwa lintah diakui bisa mengobati rasa sakit dan juga
radang. Bahkan pasien yang menderita Osteatritis pun bisa menggunakan lintah
untuk mengobatinya. Penelitian yang dipimpin Dr Gustav Dobos di klinik
Essen-Mitte, Jerman melakukan percobaan terhadap 10 pasien dengan rata-rata
usia 68 tahun. Kebanyakan pasiennya menderita sakit lutut selama enam tahun
terus menerus.
Sementara pasien lain yang diberi perawatan
secara konvensional (medis) tidak merasakan adanya perbedaan, merasa tidak
berkurang rasa sakitnya. Menulis di jurnal Annals of the Rheumatic Diseases,
Dobos menyatakan: “Kami nyatakan bahwa hasil dari penelitian ini sangat luar
biasa. Perawatan dengan lintah menghilangkan rasa sakit secara signifikan
setelah tiga hari dan meningkat empat minggu kemudian”.
Lintah pun digunakan sebagai salah satu penyembuh
serba guna. Hewan ini bisa dimanfaatkan oleh penderita skizofrenia maupun
depresi, juga untuk merangsang mata, mengempiskan lidah bengkak, dan
meringankan sakit usus buntu serta pendarahan.
Lintah telah diakui sebagai penolong manusia. Di
kerongkongan tempat isapannya terdapat tiga rahang berbentuk setengah gergaji,
dihiasi sampai 100 gigi kecil. Dalam waktu 30 menit, lintah bisa menyedot darah
sebanyak 15 ml cukup untuk hidupnya selama setengah tahun. Air ludahnya pun
mengandung zat aktif yang sekurang-kurangnya berisi 15 unsur. Antara lain yaitu
zat putih telur hirudin yang bermanfaat untuk mengencerkan darah dan mengandung
penisilin.
Lintah mengeluarkan semacam liur (zat hirudin)
yang bercampur dengan darah dan membawanya ke seluruh tubuh. Kemudian sirkulasi
darah menjadi lancar. Sehingga tubuh terasa bugar.
Banyak juga ibu rumah tangga dan gadis remaja
menggunakan sedot lintah untuk terapi kecantikan. Terutama untuk menyembuhkan
jerawat, flek hitam, kerut wajah. Sehingga kulit wajah menjadi bersih dan tetap
kencang.
Sejarah Terapi Lintah